Metodologi dalam Manajemen Proyek
Gambar 1.0 Metodologi
Pendekatan yang sering dipakai adalah yang berdasarkan fase (phases) karena pendekatan ini adalah yang paling umum dan mudah diterapkan baik untuk proyek skala kecil, sedang, maupun besar. Berdasarkan pendekatan tradisional ini ada urutan yang harus dilalui dalam manajemen proyek sejak dimulai sampai selesai.
Tahap-tahap dalam urutan ini adalah sebagai berikut : Fase inisialisasi, Fase perencanaan atau perancangan, Fase pelaksanaan atau produksi, Sistem pengawasan dan pengendalian dan Fase penyelesaian.
Meskipun tahap-tahap ini saling berurut tetapi tidak semua proyek harus melalui semua tahapan, bahkan ada proyek yang harus melalui tahap 2, 3 dan 4 beberapa kali. Setiap fase akan memberikan hasil (deliverable) yang akan menjadi input bagi fase berikutnya. Pendekatan ini juga selaras dengan siklus pengembangan software (SDLC), yakni the waterfall model yang juga merupakan urutan dari satu tahap ke tahap lain secara linier. Selain itu, dalam penerapan metodologi ini, banyak organisasi atau perusahaan yang menerapkan Rational Unified Process (RUP) yang dikembangkan oleh Rational(R) Software.
1. Metodologi Tradisional
Gambar 1.4 Metodologi Tradisional
Didalam metodologi tradisional manajemen proyek terdiri dari beberapa fase yaitu inisialisasi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan fase akhir. Pada bagian ini akan dibahas mengenai hal tersebut secara rinci.
• Fase Inisialisasi
Pada fase ini merupakan fase dalam hal studi kelayakan. Dimana dalam studi kelayakan terdapat beberapa langkah yang harus dilaksanakan. Salah satunya adalah analisis kebutuhan (requirements analysis), karena kelayakan dari proyek sistem informasi didasarkan atas hasil dari requirements analysis ini. Hasil studi kelayakan kemudian disusun dalam bentuk proposal proyek untuk kemudian diajukan ke stakeholder.
• Fase Perencanaan
Pelaksanaan fase ini lebih melibatkan tim pelaksana proyek, meskipun pihak lain, seperti steering comittee tetap melaksanakan fungsi pengendalian dari luar. Meskipun dari fase sebelumnya telah ada requirements analysis, tetapi untuk menghasilkan rencana dan desain pengembangan sistem informasi maka diperlukan analisis yang lebih detail. Dalam fase ini sering terjadi revisi terhadap hasil analisis. Hal ini umum terjadi karena mungkin saja informasi yang didapatkan dari satu departemen dengan departemen yang lain saling bertentangan atau bahkan tidak saling berhubungan akibat dari buruknya arus kerja atau work flow dan standard operating procedure (SOP) organisasi atau perusahaan tersebut.
• Fase Pelaksanaan atau Pengembangan
Dalam fase ini aktivitas yang dilakukan adalah melaksanakan tugas-tugas yang telah didefinisikan dalam fase sebelumnya untuk menghasilkan software sesuai requirements.
Aktivitas dalam lingkup manajemen proyek sistem informasi adalah :
- Pemrograman (Development) - Quality assurance (QA)
- Testing - Dokumentasi
Umumnya fase ini dilaksanakan dalam jangka waktu yang lebih panjang dibanding fase lain. Berbeda dengan fase lain, fase ini juga menghasilkan produk berupa software yang nantinya akan digunakan oleh klien, yang artinya akan digunakan oleh pihak di luar tim pelaksana proyek. Oleh karena itu, dalam proyek sistem informasi yang besar dan kompleks, aktivitas testing dan QA harus ada.
• Sistem Pengawasan dan Kontrol
Fase ini terdiri dari proses-proses yang dilakukan untuk observasi pelaksanaan proyek untuk menghindari potensi masalah yang bisa segera diidentifikasi dan jika diperlukan, tindakan koreksi dapat segera dilakukan. Manfaatnya adalah kinerja proyek dapat diamati dan diukur secara rutin agar jika terjadi penyimpangan pelaksanaan proyek terhadap rencana dandesain dapat segera diantisipasi. Pengawasan dan pengendalian terdiri dari :
- Mengukur aktivitas proyek yang tengah dilaksanakan (menentukan posisi pelaksanaan proyek saat ini).
- Mengawasi variabel (biaya, waktu, sumberdaya dan sebagainya) proyek terhadap rencana dan desain yang telah disepakati (posisi yang seharusnya dicapai).
- Identifikasi tindakan korektif jika terjadi penyimpangan (mengembalikan ke posisi yang seharusnya).
- Mengarahkan pengendalian terpusat agar hanya setiap perubahan terhadap rencana proyek yang telah disetujui saja yang bisa diimplementasikan.
• Fase Akhir
Dalam fase ini proyek telah memasuki tahap akhir di mana produk software telah diinstalasikan, dioperasikan, dan dimanfaatkan oleh klien.
Ada dua aktivitas yang dilakukan dalam fase ini yaitu :
- Penutupan proyek.
- Memasuki masa maintenance yang dapat dilanjutkan dengan kontrak baru. Maintenance penting mengingat produk software tidak bisa 100% bebas dari kemungkinan error atau bugs.
RUP (Relational Unified Process) adalah proses rekayasa software dengan pendekatan alokasi tugas-tugas dan tanggung jawab dalam organisasi pengembangan software. Tujuannya adalah untuk memastikan software yang dihasilkan berkualitas tinggi yang memenuhi kebutuhan klien dengan jadwal dan anggaran yang telah ditentukan.
Cara RUP meningkatkan produktivitas tim yang terlibat adalah dengan menyediakan untuk setiap anggota, akses pada knowledge base dengan petunjuk, template, dan alat bantu untuk mendukung aktivitas penting dalam pengembangan software.
Knowledge base ini berisi pengalaman-pengalaman terbaik yang terbukti berhasil (best practices), yaitu :
a. Pengembangan sofware secara iteratif. d. Model software secara visual.b. Mengelola requirements. e. Verifikasi kualitas software.
c. Menggunakan component-component architectures. f. Pengendalian perubahan pada software.
Gambar 1.1 RUP Workflow (Relational Unified Process)
Walaupun dalam prosesnya tetap melalui tahap-tahap sebagaimana siklus hidup manajemen proyek, tetapi dalam setiap fasenya selalu dilakukan peninjauan ulang terhadap setiap deliverables yang dihasilkan masing-masing fase agar tercapai kualitas yang diinginkan dan untuk mengakomodasi perubahan-perubahan yang terjadi secara dinamis. Untuk melakukannya dibutuhkan knowledge base yang dapat diakses oleh setiap anggota tim yang berkepentingan, yang juga dapat memberikan kontribusi dalam memperkaya knowledge base tersebut. Dengan demikian hasil akhir proyek adalah produk yang berkualitas dan memberikan manfaat yang memuaskan semua pihak.
3. Critical Chain Project Management
3. Critical Chain Project Management
Setiap proyek atau usaha memerlukan seseorang atau sebuah organisasi untuk memanajemen tugas-tugas yang berkaitan dengan proyek yang akan dikerjakan. Setiap proyek memiliki waktu penyelesaian masing-masing, biaya masing-masing, sumber daya yang berbeda-beda dan kenadala yang berbedabeda pula. Critical Chain Project Management menjadi salah satu jalan keluar dalam membantu memanajemen proyek. CCPM adalah turunan dari manajemen CPM ( Critical Path Management ).
Critical Chain Project Management atau dikenal juga sebagai Metode Rantai Kritis adalah metode perencanaan dan pengolahan proyek yang menekankan pada sumber daya ( sik dan manusia ) yang diperlukan dalam rangka melakukan tugas-tugas proyek. Tujuan dari penggunaan CCPM dalam menyelesaikan proyek adalah untuk meningkatkan tingkat throughput atau tingkat penyelesaian proyek. Sebuah aplikasi dari Teori Kendala (TOC) untuk proyekproyek.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan tingkat throughput (atau tingkat penyelesaian) proyek dalam suatu organisasi. Menerapkan tiga pertama dari lima langkah fokus dari TOC, kendala sistem untuk semua proyek yang diidenti kasi sebagai sumber daya. Untuk mengeksploitasi kendala, tugas pada rantai kritis diberikan prioritas di atas semua kegiatan lainnya.
Akhirnya, proyek yang direncanakan dan dikelola untuk memastikan bahwa sumber daya yang siap ketika tugas rantai kritis harus mulai, mensubordinasi semua sumber daya lain untuk rantai kritis.
Terlepas dari jenis proyek, rencana proyek harus menjalani meratakan Sumber Daya, dan urutan terpanjang terbatas sumber daya tugas harus diidenti kasi sebagai rantai kritis. Dalam lingkungan multi-proyek, meratakan sumber daya harus dilakukan di seluruh proyek. Namun, cukup sering untuk mengidenti kasi (atau pilih) a "drum" tunggal sumber daya-sumber daya yang bertindak sebagai kendala di proyek-proyek dan terhuyung berdasarkan ketersediaan sumber daya tunggal itu.
Akhirnya, proyek yang direncanakan dan dikelola untuk memastikan bahwa sumber daya yang siap ketika tugas rantai kritis harus mulai, mensubordinasi semua sumber daya lain untuk rantai kritis.
Terlepas dari jenis proyek, rencana proyek harus menjalani meratakan Sumber Daya, dan urutan terpanjang terbatas sumber daya tugas harus diidenti kasi sebagai rantai kritis. Dalam lingkungan multi-proyek, meratakan sumber daya harus dilakukan di seluruh proyek. Namun, cukup sering untuk mengidenti kasi (atau pilih) a "drum" tunggal sumber daya-sumber daya yang bertindak sebagai kendala di proyek-proyek dan terhuyung berdasarkan ketersediaan sumber daya tunggal itu.
CCPM metode baru dalam revolusi cara ber kir yang dapat digunakan untuk menentukan bagaimana mengurangi / mempercepat pengerjaan proyek dan meningkatkan kemampuan penjadwalan dan budget yang telah ditentukan.
Melepaskan yang lainnya, membuktikan bahwa pengalaman manager projek telah mengetahui penting CCPM dari satu dekade, dan kenunikan dari CCPM ada di terminologinya dari pada isi pokoknya. Aplikasi atau software CCPM memerlukan software khusus yang sekarang ini telah ditawarkan oleh beberapa vendor atau instansi yang bukan untuk kebutuhan dagang pasar.
Sebagai bukti, beberapa organisasi mengingat dengan baik pengangkatan CCPM sebagai cara untuk meningkatkan kinerja projek yang menyangkut hal biaya pasti, masalah ekonomi dan perubahan pada budaya dan prosedur.
Oleh sebab itu, kehati-hatian evaluasi dan penilaian dari CCPM sangat berpotensi untuk membawa peningkatan perintah yang sikni kan. Menurut Badri (1997), manfaat yang didapat jika mengetahui lintasan kritis adalah sebagai berikut :
1. Penundaan pekerjaan pada lintasan kritis menyebabkan seluruh pekerjaan proyek tertunda penyelesaiannya.
2. Proyek dapat dipercepat penyelesaiannya, bila pekerjaan-pekerjaan yang ada pada lintasan kritis dapat dipercepat.
3. Pengawasan atau kontrol dapat dikontrol melalui penyelesaian jalur kritis yang tepat dalam penyelesaiannya dan kemungkinan di trade
o (pertukaran waktu dengan biaya yang e sien) dan crash program (diselesaikan dengan waktu yang optimum dipercepat dengan biaya yang bertambah pula) atau dipersingkat waktunya dengan tambahan biaya lembur.
4. Time slack atau kelonggaran waktu terdapat pada pekerjaan yang tidak melalui lintasan kritis. Ini memungkinkan bagi manajer/pimpro untuk memindahkan tenaga kerja, alat, dan biaya ke pekerjaan-pekerjaan di lintasan kritis agar efektif dan efisien.
Melepaskan yang lainnya, membuktikan bahwa pengalaman manager projek telah mengetahui penting CCPM dari satu dekade, dan kenunikan dari CCPM ada di terminologinya dari pada isi pokoknya. Aplikasi atau software CCPM memerlukan software khusus yang sekarang ini telah ditawarkan oleh beberapa vendor atau instansi yang bukan untuk kebutuhan dagang pasar.
Sebagai bukti, beberapa organisasi mengingat dengan baik pengangkatan CCPM sebagai cara untuk meningkatkan kinerja projek yang menyangkut hal biaya pasti, masalah ekonomi dan perubahan pada budaya dan prosedur.
Oleh sebab itu, kehati-hatian evaluasi dan penilaian dari CCPM sangat berpotensi untuk membawa peningkatan perintah yang sikni kan. Menurut Badri (1997), manfaat yang didapat jika mengetahui lintasan kritis adalah sebagai berikut :
1. Penundaan pekerjaan pada lintasan kritis menyebabkan seluruh pekerjaan proyek tertunda penyelesaiannya.
2. Proyek dapat dipercepat penyelesaiannya, bila pekerjaan-pekerjaan yang ada pada lintasan kritis dapat dipercepat.
3. Pengawasan atau kontrol dapat dikontrol melalui penyelesaian jalur kritis yang tepat dalam penyelesaiannya dan kemungkinan di trade
o (pertukaran waktu dengan biaya yang e sien) dan crash program (diselesaikan dengan waktu yang optimum dipercepat dengan biaya yang bertambah pula) atau dipersingkat waktunya dengan tambahan biaya lembur.
4. Time slack atau kelonggaran waktu terdapat pada pekerjaan yang tidak melalui lintasan kritis. Ini memungkinkan bagi manajer/pimpro untuk memindahkan tenaga kerja, alat, dan biaya ke pekerjaan-pekerjaan di lintasan kritis agar efektif dan efisien.
Diakses Tanggal (30 Maret 2017).